Pernahkah terpikir saat
gerhana akan terjadi, bagaimana jika mentari tak lagi menampakkan diri? Gelap
tak lagi bermuara pada terang, cahaya siang tenggelam selamanya. Tak ada lagi
pendar cahaya mentari yang menghangatkan. Bayangan hilang ditelan gulita. Dunia
menjelma gelap yang tak berkesudahan. Masihkah terpikir untuk menyambut gerhana
dengan pesta pora?
Bagaimana
bila fenomena langka ini adalah tanda, bahwa akhir kehidupan manusia sudah
sangat dekat. Tanda bahwa dunia sudah renta dan tinggal menunggu waktu untuk
meregang nyawa. Tanda bahwa zaman sudah mendekati batas akhir yang sebenarnya.
Peringatan
agar manusia bersiap untuk kepulangan yang tak mengenal kata kembali. Masihkah
kita akan tertawa untuk kesenangan duniawi yang fana? Bagaimana bila waktu
berhenti di detik ketika segalanya menjadi gelap? Detak jam tak lagi terdengar,
hembus angin menderu memekakkan telinga. Dunia berguncang dan kita tak bisa
melihat kemana harus berlari. Bagaimana bila dalam gelap alam tak lagi mau
menjadi sahabat manusia? Berbalik melontarkan serangan yang membuat segalanya
tak bersisa. Masihkah kita akan larut dalam kelalaian yang membinasakan?
Bukan
pesta pora yang seharusnya dilakukan untuk 'menikmati' fenomena langka bernama
gerhana, melainkan rukuk dan sujud yang lebih lama dan lebih khusyuk dari
biasanya. Bukan kacamata khusus yang dibutuhkan saat gerhana, Kawan. Melainkan
hati yang semakin takut pada-Nya, hingga ketakutan itu terus menerus membuat
kita semakin mendekatkan diri pada-Nya.
Kawan,
gerhana seharusnya menjadi peringatan untuk kita. Menjadi pengingat bahwa zaman
sudah mendekati batas akhirnya. Fenomena langka ini seharusnya menjadi
pelajaran berharga bagi kita. Bahwa apa yang terlihat mustahil, menjadi sangat
mungkin jika Allah sudah berkehendak. Jangan salah prioritas, Kawan. Menikmati
gerhana dengan sujud penuh taubat akan terasa jauh lebih nikmat, dibandingkan
menikmatinya dengan pesta pora tak bermakna.
Bukan..
Bukannya aku menakut-nakuti, Kawan. Aku hanya menyuarakan banyak pertanyaan
'bagaimana' yang berputar dalam pikiranku.
No comments:
Post a Comment