Wednesday 17 February 2016

Kompetisi dan Kerjasama: Renungan Idealisme bagi Orang Tua


Jumat lalu kedua anak saya menerima raport dari sekolahnya. Melihat keduanya dapat nilai-nilai yang sangat bagus sementara tidak tercantum info tentang rangking, saya tergoda bertanya ke salah satu gurunya.

“Anak saya ranking berapa ya pak guru?”.
“Kenapa bapak bertanya seperti itu?”, jawabnya.
(Weleh, salah saya apa ya, batin saya.)

“Bapak sangat suka sekali berkompetisi. Di level anak bapak, tidak ada rangking-rangkingan. Tidak ada kompetisi. Kami mengajari mereka tentang cooperation alias kerjasama. Mereka harus bisa bekerja dalam team work dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi. Mereka harus punya banyak teman. Lebih penting bagi kami untuk mengajari mereka bercerita dan bagaimana mengungkapkan isi pikiran dalam bahasa yang terstruktur dan sistematis. Kami mengajari mereka logika dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan.”

(Dari sini rupanya kenapa teman-teman saya di kantor mentalnya ”How can I help you”, hampir tidak pernah saya lihat jegal-jegalan. Dan di luar negeri, hampir semua profesi mendapatkan penghasilan yang layak, tidak harus semua jadi “dokter” seperti di Indonesia. Semua orang boleh mencari penghidupan sesuai passionnya, sehingga semua bidang kehidupan sangat berkembang maju karena diisi orang2 yang bekerja dengan gairah).

Weleh…saya jadi ingat, memang pendidikan di negeri saya sangat kompetitif. Banyak orangtua yang narsis memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. Tanpa disadari sebagian dari mereka nanti akan tumbuh menjadi orang-orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa bekerjasama. Kiri kanannya dianggap saingan dan dirinya harus menjadi yang terbaik.

Mending kalo dia mengembangkan dirinya supaya menang persaingan, yang ada kadang mereka menunjukkan baiknya dirinya dengan cara menungkapkan jeleknya orang lain. Kalo bukan kita siapa lagi, begitu jargonnya… Wuih, betapa arogannya, seakan-akan yang lain tidak mampu dan hanya dia yang mampu. Sakit mentalnya….

Aku menang.. aku menang… begitu suara anak-anak dari sebuah gang di ibukota. Entah permainan apa yang dimenangkannya. Entah kapan dia sadar bahwa hidup bukan melulu soal menang dan kalah.

No comments:

Post a Comment