Jumat lalu kedua anak saya menerima raport dari sekolahnya. Melihat
keduanya dapat nilai-nilai yang sangat bagus sementara tidak tercantum info
tentang rangking, saya tergoda bertanya ke salah satu gurunya.
“Anak
saya ranking berapa ya pak guru?”.
“Kenapa bapak bertanya seperti itu?”, jawabnya.
(Weleh, salah saya apa ya, batin saya.)
“Bapak sangat suka sekali berkompetisi. Di level anak bapak,
tidak ada rangking-rangkingan. Tidak ada kompetisi. Kami mengajari mereka
tentang cooperation alias kerjasama. Mereka harus bisa bekerja dalam team work
dan mereka harus bisa cepat bersosialisasi dan beradaptasi. Mereka harus punya banyak
teman. Lebih penting bagi kami untuk mengajari mereka bercerita dan bagaimana
mengungkapkan isi pikiran dalam bahasa yang terstruktur dan sistematis. Kami
mengajari mereka logika dalam setiap kalimat yang mereka ucapkan.”
(Dari sini rupanya kenapa
teman-teman saya di kantor mentalnya ”How
can I help you”, hampir tidak pernah saya lihat jegal-jegalan. Dan di luar
negeri, hampir semua profesi mendapatkan penghasilan yang layak, tidak harus
semua jadi “dokter” seperti di Indonesia. Semua orang boleh mencari penghidupan
sesuai passionnya, sehingga semua bidang kehidupan sangat berkembang maju
karena diisi orang2 yang bekerja dengan gairah).
Weleh…saya jadi ingat,
memang pendidikan di negeri saya sangat kompetitif. Banyak orangtua yang narsis
memajang prestasi anak-anaknya di sosmed. Tanpa disadari sebagian dari mereka
nanti akan tumbuh menjadi orang-orang yang terlalu suka berkompetisi dan lupa
bekerjasama. Kiri kanannya dianggap saingan dan dirinya harus menjadi yang
terbaik.
Mending kalo dia
mengembangkan dirinya supaya menang persaingan, yang ada kadang mereka
menunjukkan baiknya dirinya dengan cara menungkapkan jeleknya orang lain. Kalo
bukan kita siapa lagi, begitu jargonnya… Wuih, betapa arogannya, seakan-akan
yang lain tidak mampu dan hanya dia yang mampu. Sakit mentalnya….
Aku menang.. aku
menang… begitu suara anak-anak dari sebuah gang di ibukota. Entah permainan apa
yang dimenangkannya. Entah kapan dia sadar bahwa hidup bukan melulu soal menang
dan kalah.
Artikel keren lainnya:
Belum ada komentar untuk "Kompetisi dan Kerjasama: Renungan Idealisme bagi Orang Tua"
Post a Comment