Siapa di dunia ini yang tidak pernah merasa dikucilkan, mendapat hardikan atau perlakuan kurang lembut dari insan lain. Diri tidak pernah tahu, apakah insan yang diri anggap jahat, sungguh memiliki akhlak yang lebih buruk dari kita di hadapan-Nya. Atau yang diri tahu hanyalah ia berbuat jahat, berbuat tidak benar dari sudut pandang diri.
Pada akhirnya, insan hanya dapat menilai dengan pemikiran diri yang sempit dan memang terbatas, dengan hati yang dipenuhi noda, serta dengan jiwa yang selalu merasa benar. Dalam hadits Abu Dzar disebutkan, “Bertakwalah kepada Allah di mana saja engkau berada. Ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapuskan keburukan tersebut dan berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” [HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih].
Ibnul Qoyyim rahimahullahu berkata, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan takut yang berlebihan, atau timbul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk, atau (ketika kami merasakan) kesempitan hidup, kami mendatangi beliau, maka dengan hanya memandang beliau dan mendengarkan ucapan beliau, maka hilang semua kegundahan yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang.” [Al Waabilush Shayyib hal 48, cetakan ketiga, Darul Hadist, Maktabah Syamilah].
Betapa indah akhlak Ibnu Taimiyyah… Adakah diri tidak berminat dan berazzam untuk serta memiliki akhlak tersebut. Tak pernah sampaikah ke hadapan diri, lembutnya akhlak Rasulullah yang terus mengunyahkan dan mensuapi makanan kepada pengemis yahudi buta. Atau diri ini yang memang telah larut tenggelam dalam dosa-dosa sehingga hati mengeras layaknya baja. Tak lagi dapat meraba kenikmatan berbuat melapangkan dan menjadi kesejukan bagi insan lain.
Ibnu Abbas pernah berkata; “Akhlak yang Baik, melunturkan kesalahan yang lalu, seperti Mentari melumerkan es yang beku.”
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai perkara yang banyak memasukkan seseorang ke dalam surga, beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan berakhlak yang baik.” [HR. Tirmidzi no. 2004 dan Ibnu Majah no. 4246. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih].
MasyaAllah… Maka mari setiap diri meneladani akhlak Rasulullah, menjadi muslim sesungguhnya dengan akhlak yang lembut lagi meringankan. Dari Ali bin Abi Thalib Rodhiallahu ‘anhu bahwa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa: “Ya Alloh, tunjukkanlah aku pada akhlak yang paling baik, karena tidak ada yang bisa menunjukkannya selain Engkau. Ya Alloh, jauhkanlah aku dari akhlak yang tidak baik, karena tidak ada yang mampu menjauhkannya dariku selain Engkau. ” (HR. Muslim 771, Abu Dawud 760, Tirmidzi 3419).
Insan-insan yang berharap bertempat tinggal di syurga, sudah tentu berlatih untuk membiasakan diri bermental dan berakhlak layaknya penghuni syurga. Bagaimana mungkin diri berharap syurga namun terus mempraktekkan pribadi dengan mental dan karakter penghuni neraka.
Mari kita menata diri kembali.
Oleh: Ummu Adib (ODOJ #245)
Artikel keren lainnya:
Belum ada komentar untuk "Pribadi Mana Sesungguhnya Diri ini?"
Post a Comment